Selasa, 19 November 2019

Materi Keahlian


Materi  keahlian dilingkungan pesantren diantaranya, sebagai berikut :


Nahwu-Sharaf

Istilah nahwu-sharaf ini mungkin diartikan sebagai gramatika bahasa arab. Keahlian seseorang dalam gramatika bahasa arab ini telah dapat merubah status-keagamaan, bentuk keahliannya yaitu kemampuan mengaji atau mengajarkan kitab-kitab nahwu-sharaf tertentu, seperti al-jurumiyah, al-fiyah,  dan lain-lainnya.

Fiqih

Fikih (bahasa Arab: الفقه, translit. al-fiqh‎) adalah salah satu bidang ilmu dalam syariat Islam yang secara khusus membahas persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, baik kehidupan pribadi, bermasyarakat maupun kehidupan manusia dengan Tuhannya. Beberapa ulama fikih seperti Imam Abu Hanifah mendefinisikan fikih sebagai pengetahuan seorang muslim tentang kewajiban dan haknya sebagai hamba Allah.

Fikih membahas tentang cara beribadah, prinsip Rukun Islam, dan hubungan antar manusia sesuai yang tersurat dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Dalam Islam, terdapat empat mazhab dari Sunni yang mempelajari tentang fikih. Seseorang yang sudah menguasai ilmu fikih disebut Fakih.

Aqa’id

Aqa’id meliputi segala hal yang bertalian dengan kepercayaan dan keyakinan seorang muslim. Tetapi, menurut Nurcholis Madjid, meskpun bidang pokok-pokok kepercayaan atau aqa’id ini disebut ushuludin (pokok-pokok agama), sedangkan fiqih disebut furu (cabang-cabang), namun kenyataannya perhatian pada bidang aqa’id ini kalah besar dan kalah antusias dibanding dengan perahtiaan pada bidang piqih yang hanya merupakan cabang (furu).

Tasawuf

Pemahaman yang berkembang tentang ilmu tasawuf hanya seputar tarikat, suluk, dan wirid. Bahkan dongeng tentang tokoh-tokoh legendaris tertentu, hingga menimbulkan kultusme pada tokoh-tokoh tertentu baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia. Praktek tasawuf seperti ini banyak diamalkan di Indonesia.

Tafsir

Keahlian dibidang tafsir ini amat diperlukan untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya penyelewengan-penyelewengan dalam menafsirkan al-qur’an. Peran tafsir sangat urgen dan strategis sekali untuk menangkal segala kemungkinan tersebut.

Hadits

Nurcholis Madjid berpendapat, produk pondok pesantren menyangkut keahlian dalam hadits jauh relatif kecil bila dibandingkan dengan tafsir. Padahal penguasaan hadits jauh lebih penting, mengingat hadits merupakan sumber hukum agama (Islam) kedua setelah al-qur’an. Keahlian dibidang ini tentu saja amat diperlukan untuk pengembangan pengetahuan agama itu sendiri.

Bahasa Arab

Keahlian dibidang ini harus dibedakan dengan keahlian dalam nahwu-sharaf diatas. Sebab, titik beratnya ialah penguasaan “materi” bahasa itu sendiri, baik pasif maupun aktif. Kebanyakan mereka kurang mengenal lagi kitab-kitab nahwu-sharaf seperti yang biasa dikenal di pondok-pondok pesantren.

Materi Perkembangan

Kurikulum pesantren berkembang menjadi bertambah luas lagi dengan penambahan ilmu-ilmu yang masih merupakan elemen dari materi pelajaran yang diajarkan pada masa awal pertumbuhannya. 

Beberapa data mengenai materi pelajaran tersebut dapat di simpulkan yaitu: al-qur’an dengan tajwid dan tafsir, aqa’id dan ilmu kalam, fiqih dengan ushul fiqih dan qawaid al-fiqh, hadits dengan mushthalah hadits, bahasa arab dengan ilmu alatnya seperti nahwu, sharaf, bayan, ma’ani, badi, dan ‘arudh, tarikh, mantiq, tasawuf, akhlak dan falak.

Beberapa pesantren lainnya menetapkan kombinasi ilmu yang berbeda-beda karena belum ada standarisai kurikulum pesantren baik yang berskala lokal, regional maupun nasional. Standarisasi kurikulum barang kali tidak pernah berhasil ditetapkan disuruh pesantren.

Sebagian besar kalangan pesantren tidak setuju dengan standarisasi kurikulum pesantren. Variasi kurikulum pesantren justru diyakini lebih baik. Adanya variasi kurikulum pada pesantren akan menunjukan ciri khas dan keunggulan masing-masing. Sedangkan penyamaran kurikulum terkadang justru membelenggu kemampuan santri.

Dengan cermat Saridjo dkk. Menyebutkan bahwa pengetahuan-pengetahuan yang paling diutamakan adalah pengetahuan-pengetahuan yang berhubungan dengan bahasa arab (ilmu sharaf dan ilmu alat yang lain) dan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan ilmu syari’at sehari-hari (ilmu fiqih, baik berhubungan dengan ibadah maupun mu’amalahnya). Sebaliknya, dalam perkembengan terakhir fiqih justru menjadi ilmu yang paling dominan.

Materi Dasar


Sistem pendidikan dipesantren tidak didasarkan pada kurikulum yang digunakan secara luas, tetapi diserahkan pada penyesuaian elastis antara kehendak kiai dengan kemampuan santrinya secara individual.

Ketika masih berlangsung dilanggar (surau) atau masjid, kurikulum pengajian masih dalam bentuk yang sederhana, yakni berupa inti ajaran islam yang mendasar. 

Rangkaian tiga komponen ajaran islam yang berupa iman, islam dan insan telah menjadi perhatian kiai perintis pesantren sebagai kurikulum yang diajarkan kepada santrinya. Penyampaian tiga komponen ajaran islam tersebut dalam bentuk yang paling mendasar, sebab disesuaikan dengan tingkat intelektual dengan masyarakat (santri) dan kualitas keberagamaannya pada waktu itu.

Peralihan dari langgar (surau) atau masjid lalu berkembang menjadi pondok pesantren ternyata membawa perubahan materi pengajaran. Dari sekedar pengetahuan menjadi suatu ilmu.

Dalam perkembangan selanjutnya, santri perlu di berikan bukan hanya ilmu-ilmu yang terkait dengan ritual keseharian yang bersifat praktis-pragmatis, melainkan ilmu-ilmu yang berbau penalaran yang menggunakan referensi wahyu seperti ilmu kalam, bahkan ilmu-ilmu yang menggunakan cara pendekatan yang tepat kepada Allah seperti tasawuf.

Ilmu kalam atau ilmu tauhid memberikan pemahaman dan keyakinan terhadap ke-esaan Allah, fiqih memberikan cara-cara beribadah sebagai konsekuensi logis dari keimanan yang telah dimiliki seseorang pada penyempurnaan ibadah agar menjadi orang yang benar-benar dekat dengan Allah.

Metode Majlis Ta’lim

Metode majlis ta’lim adalah metode menyampaikan pelajaran agama islam yang bersifat umum dan terbuka. Biasanya dihadiri oleh jama’ah yang memiliki latar belakang pengetahuan, tingkat usia dan jenis kelamin yang berbeda.

Metode ini tidak hanya melibatkan santri mukim dan santri yang tidak menetap di asrama cuma belajar dipesantren saja tetapi masyarakat sekitar pesantren yang tidak memiliki kesempatan untuk mengikuti pengajian setiap hari. Pengajian majlis ta’lim bersifat bebas dan dapat menjalin hubungan yang akrab antara pesantren dan masyarakat sekitarnya.

Seperti yang telah kita ketahui bahwasannya majelis taklim terdiri dari dua akar kata bahasa Arab yaitu majlis yang berarti tempat duduk, tempat siding atau dewan, sedangkan ta’lim berarti pengajaran.

Jika kita gabungkan dua kata itu dan mengartikannya secara istilah, maka dapatlah kita simpulkan bahwasannya majelis taklim memiliki arti tempat berkumpulnya seseorang untuk menuntut ilmu (khususnya ilmu agama) bersifat nonformal jika kita melihat pendidikan yang ada di Indonesia ini. 


Majelis taklim berarti lembaga sebagai wadah pengajian. Majelis taklim sudah ada sejak zaman Rasulullah sholallahu 'alaihi wassalam saat dakwah pertamanya yang bertempat di rumah Arqom bin Al-Arqom. 

Majelis taklim juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan dan keterampilan bagi kaum perempuan dalam masyarakat yang berhubungan, antara lain dengan masalah pengembangan kepribadian serta pembinaan keluarga dan rumah tangga sakinah mawaddah warohmah. Melalui majelis taklim inilah, diharapkan mereka menjaga kemuliaan dan kehormatan keluarga dan rumah tangganya.


Metode Mudzakarah

Metode mudzakarah adalah suatu pertemuan ilmiah yang secara spesifik membahas masalah diniyyah seperti aqidah, ibadah dan masalah agama pada umumnya. 

Aplikasi metode ini dapat mengembangkan dan membangkitkan semangat intelektual santri. Mereka diajak berfikir ilmiah dengan menggunakan penalaran-penalaran yang didasarkan pada Al-qur’an dan Al-sunah serta kitab-kitab keislaman klasik. 

Namun penerapan metode ini belum bisa berlangsung optimal, ketika para santri membahas aqidah khususnya, selalu dibatasi pada madzhab-madzhab tertentu. 

Materi bahasan dari metode mudzakarah telah mengalami perkembangan bahkan diminati oleh kiai yang bergabung dalam forum bathsul masail dengan wilayah pembahasan yang sedikit meluas.

Metode Musyawarah

Metode musyawarah merupakan metode pembelajaran yang lebih mirip dengan metode diskusi atau seminar. Beberapa orang santri dengan jumlah tertentu membentuk halaqah yang dipimpin langsung oleh seorang kiai atau ustadz atau mungkin juga santri senior untuk membahas atau mengkaji suatu persoalan yang telah ditentukan sebelumnya.

Dalam pelaksanaannya, para santri dengan bebas mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan pendapatnya. Dengan demikian, metode ini lebih menitikberatkan pada kemampuan perseorangan dan dalam menganalisis dan memecahkan suatu persoalan dengan argument logika yang mengacu pada kitab-kitab tertentu.

Metode musyawarah juga dilakukan untuk membahas materi-materi tertentu dari sebuah kitab yang dianggap rumit untuk memahaminya. Musyawarah pada bentuk kedua ini bisa digunakan oleh santri tingkat menengah untuk membedah topik materi tertentu. 


Untuk melakukan pembelajaran dengan menggunakan metode ini, kiai atau ustadz biasanya mempertimbangakan kondisi peserta, apakah awal, menengah atau tinggi selain juga topik atau persoalan (materi) yang dimusyawarahkan.

Metode Muhawarah


Metode muhawarah adalah metode yang melakukan kegiatan bercakap-cakap dengan menggunakan bahasa arab yang diwajibkan pesantren kepada para santri selama mereka tinggal di pondok.(Arifin :39). 



Sebagian pesantren hanya mewajibkan pada saat tertentu yang berkaitan dengan kegiatan lain, namun sebagian pesantren lain ada yang mewajibkan para santrinya setiap hari menggunakan bahasa arab.

Metode muhawarah adalah latihan bercakap-cakap dengan bahasa Arab yang diwajibkan oleh pondok pesantren kepada para santri selama mereka tinggal di pondok pesantren. 

Para santri diwajibkan untuk bercakap-cakap baik dengan sesame santri maupun dengan para kiai atau ustadz dengan menggunakan bahasa Arab pada waktu-waktu tertentu untuk para santri pemula. 

Kepada mereka diberikan perbendaharan kata-kata bahasa Arab yang sering dipergunakan untuk dihapalkan sedikit demi sedikit sehingga mencapai target yang telah ditentukan untuk jangka waktu sekian, setelah para santri telah menguasai kosa kata bahasa Arab, kepada mereka diwajibkan untuk menggunakannya dalam percakapan-percakan sehari-hari. 

Kelebihan dari penerapan metode ini yaitu dapat membentuk lingkungan yang komunikatif antara santri yang menggunakan bahasa arab dan dapat menambah pembendaharaan kata (mufradat) tanpa hafalan. 

Metode Ceramah

Metode ceramah ini merupakan hasil pergeseran dari metode wetonan dan metode sorogan. Metode wetonan dan metode sorogan yang semula menjadi ciri khas pesantren, pada beberapa pesantren telah diganti denganm metode ceramah sebagai metode pengajaran yang pokok dengan sistem klasik. Namun pada beberapa pesantren lainnya masih menggunakan metode sorogan dan wetonan untuk pelajaran agama, sedangkan untuk pelajaran umum menggunakan metode ceramah. (Said dan Affan : 98).

Pengertian ceramah

Ceramah adalah penuturan atau penerangan secara lisan oleh guru terhadap kelas. Alat interaksi yang terutama dalam hal ini adalah “berbicara". Dalam ceramahnya kemungkinan guru menyelipkan pertanyaan pertanyaan, akan tetapi kegiatan belajar siswa terutama mendengarkan dengan teliti dan mencatat pokok pokok penting, yang dikemukakan oleh guru; bukan menjawab pertanyaan-pertanyaan siswa.
Metode ceramah yang dianggap sebagai penyebab utama dari rendahnya minat belajar siswa terhadap pelajaran memang patut dibenarkan, tetapi juga anggapan itu sepenuhnya kurang tepat karena setiap metode atau model pembelajaran baik metode pembelajaran klasik termasuk metode ceramah maupun metode pembelajaran modern sama-sama mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, yang saling melengkapi satu sama lain.

Kelebihan penerapan metode ini

Ustadz menguasai arah pembicaraan seluruh kelas : Kalau kelas sedang berdiskusi, sangatlah mungkin bahwa seorang santri mengajukan pendapat yang berbeda dengan anggota kelompok yang lain, hal ini dapat mempengaruhi suasana dan diskusi jadi berkepanjangan bahkan sering menyimpang dari pokok bahasan. Tetapi pada metode ceramah hanya ustadz yang berbicara, maka ia dapat menentukan sendiri arah pembicaraan. 

Kelemahan penerapan metode ini :

Materi yang dapat dikuasai santri sebagai hasil dari ceramah akan terbatas pada apa yang dikuasai ustadz. Kelemahan ini memang kelemahan yang pa-ling dominan, sebab apa yang diberikan ustadz adalah apa yang dikuasai-nya, sehingga apa yang dikuasai siswa pun akan tergantung pada apa yang dikuasai ustadz. 

Metode Wetonan

Metode wetonan di sebut juga metode bandongan adalah metode pengajaran dengan cara ustadz/kiai membaca, menerjemahkan, menerangkan dan mengulas kitab/buku-buku keislaman dalam bahasa arab, sedangkan santri mendengarkannya. 

Pengertian bandongan

Metode bandongan adalah metode transfer keilmuan atau proses belajar mengajar yang ada di pesantren yang mengajarkan khusus pada kitab kuning. Kiai tersebut membacakan, menerjemah, dan menerangkannya. Sedangkan, santri atau murid mendengarkan, menyimak, dan mencatat apa yang disampaikan oleh kiai yang memberi pengajian tersebut.

Bandongan merupakan metode utama sistem pengajaran di lingkungan pesantren. Kebanyakan pesantren, terutama pesantren-pesantren besar, menyelenggarakan bermacam-macam kelas bandongan atau halaqah untuk mengajarkan kitab-kitab, mulai dari kitab dasar sampai kitab-kitab yang bermuatan tinggi.

Metode bandongan dilakukan oleh seorang kiai atau ustadz terhadap sekelompok peserta didik, atau santri, untuk mendengarkan dan menyimak apa yang dibacanya dari sebuah kitab. 

Seorang kiai atau ustadz dalam hal ini membaca, menerjemahkan, menerangkan dan seringkali mengulas teks-teks kitab berbahasa Arab tanpa harakat (gundul). 

Sementara itu santri dengan memegang kitab yang sama, masing-masing melakukan pendhabithan harakat, pencacatan symbol-simbol kedudukan kata, arti-arti kata langsung dibawah kata yang dimaksud, dan keterangan-keterangan lain yang dianggap penting dan dapat membantu memahami teks. 

Posisi para santri pada pembelajaran dengan menggunakan metode ini adalah melingkari dan mengelilingi kiai atau ustadz sehingga membentuk halaqah (lingkaran).

Kelemahan penerapan metode ini yaitu mengakibatkan santri bersikaf pasif. Sebab kreatifitas santri dalam proses belajar mengajar di domoninasi oleh ustadz/kiai, sementara santri hanya mendengarkan dan memperhatikan.

Kelebihan penerapan metode ini yaitu terletak pada pencapaian kuantitas dan pencapaian kajian kitab, selain itu juga bertujuan untuk mendekatkan relasi antara santri dengan kiai/ ustadz.

Metode Sorogan


Metode sorogan merupakan metode yang ditempuh dengan cara ustadz menyampaikan pelajaran kepada santri secara individual. Sasaran metode ini biasanya kelompok santri pada tingkat rendah yaitu mereka yang baru menguasai pembacaan Al-quran. 

Pengertian Sorogan

Secara bahasa, sorogan berasal dari kata Jawa sorog, yang artinya menyodorkan. Dengan metode ini, berarti santri dapat menyodorkan materi yang ingin dipelajarinya sehingga mendapatkan bimbingan secara individual atau secara khusus.

Sorogan merupakan metode pembelajaran yang diterapkan pesantren hingga kini, terutama di pesantren-pesantren salaf. Usia dari metode ini diperkirakan lebih tua dari pesantren itu sendiri. Karena metode ini telah dikenal semenjak pendidikan Islam dilangsungkan di langgar, saat anak-anak belajar Alquran kepada seorang ustaz atau kiai di kampung-kampung.

Melalui sorogan, pengembangan intelektual santri dapat ditangkap oleh kiai secara utuh. Dia dapat memberikan bimbingan penuh sehingga dapat memberikan tekanan pengajaran terhadap santri-santri tertentu atas dasar observasi langsung terhadap tingkat kemampuan dasar dan kapasitas mereka. 

Metode pembelajaran ini termasuk sangat bermakna, karena santri akan merasakan hubungan yang khusus ketika berlangsung kegiatan pembacaaan kitab oleh dirinya sendiri di hadapan kiai atau ustadznya.

Mereka tidak saja senantiasa dapat dibimbing dan diarahkan cara pembacaanya tetapi juga dapat diketahui dan dievaluasi per -kembangann kemampuannya.

Dalam situasi demikian, tercipta pula komunikasi yang baik antar santri dengan kiai atau ustadznya sehingga mereka dapat meninggalkan kesan yang mendalam pada jiwa santri maupun kiai atau ustadznya sendiri.
Hal ini membawa pengaruh baik karena liai semakin tumbuh kharismanya, santri semakin simpati sehingga ia berusaha untuk selalu mencontoh perilaku gurunya.

Kelemahan penerapan metode ini menuntut pengajar untuk besikaf sabar dan ulet, selain itu membutuhkan waktu yang lama yang berarti pemborosan, kurang efektif dan efisien.

Kelebihan penerapan metode ini secara signifikan kiai/ustadz mengawasi, menilai dan membimbing secara maksimal kemampuan santri dalam menguasai materi yang diajarkan.

Tujuan Pesantren


Pada dasarnya pesantren sebagai lembaga pendidikan islam, tidak memiliki tujuan yang formal tertuang dalam teks tertulis. Namun hal itu bukan berarti pesantren tidak memiliki tujuan, setiap lembaga pendidikan yang melakukan suatu proses pendidikan, sudah pasti memiliki tujuan-tujuan yang diharapkan dapat dicapai. 
Menurut Mastuhu (2007:13) bahwa tujuan pendidikan pesantren adalah menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim yaitu kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Allah, berakhlak mulia, bermanfaat dan berkhidmat kepada masyarakat, mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama dan menegakkan Islam dan kejayaan umat, mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia. 

Tujuan pendidikan pesantren secara umum adalah menciptakan dan menyiapkan para kader yang berkepribadian muslim yang selalu menjadikan Al-Quran sebagai pedoman hidup sehari-hari namun tidak meninggalkan peran ilmu pengetahuan. Selain itu pesantren memiliki itikad untuk tidak hanya memberikan penjelasan-penjelasan dalam rangka memperkaya pengetahuan para santri, namun untuk meninggikan moral kehidupan bermasyarakat, menghargai harkat dan martabat sesama manusia, mengajarkan bagaimana cara berperilaku dan memiliki akhlak yang baik dan yang paling utama adalah mengajarkan pada santri untuk tetap hidup sederhana.

Pengertian Pesantren




Kata pesantren sering disebut oleh masyarakat, dengan kata pondok saja. Untuk mengatakan anaknya belajar di pesantren biasanya masyarakat akan mengatakan anak belanjar di pondok atau mondok. Kata pondok berarti tempat menginap dan kata pesantren berasal dari kata "pe-santri-an" yaitu tempat para santri mengkaji agama islam.

Menurut M.Arifin (1991) bahwa pengertian "Pondok pesantren" merupakan suatu lembaga pendidikan Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan sistem asrama dimana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada dibawah kedaulatan dari leader ship seorang atau beberapa orang kiai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal. 

Penggabungan kedua kata pondok dan pesantren menjadi "pondok pesantren" hal ini bertujuan mengakomodasikan karakter keduanya. Penyebutan pondok pesantren menjadi pondok saja atau pesantren saja, dapat dipergunakan oleh masyarakat. Karena masyarakat lebih cenderung mempergunakan istilah yang pendek. Maka ponpes dapat digunakan untuk menggantikan kata pondok pesantren.

Menurut M. Dawam Rahardjo memberikan pengertian pesantren sebagai sebuah lembaga pendidikan dan penyiaran agama Islam, itulah identitas pesantren pada awal perkembangannya. Sekarang setelah terjadi banyak perubahan di masyarakat, sebagai akibat pengaruhnya, definisi di atas tidak lagi memadai, walaupun pada intinya nanti pesantren tetap berada pada fungsinya yang asli, yang selalu dipelihara di tengah-tengah perubahan yang deras. Bahkan karena menyadari arus perubahan yang kerap kali tak terkendali itulah, pihak luar justru melihat keunikannya sebagai wilayah sosial yang mengandung kekuatan resistensi terhadap dampak modernisasi.


Momen kebersamaan



Momen kebersamaan di rumah kanda Haji Taroman, dari arah kiri kekanan : Amarullah Ibrahim, Haji Rizwan, Madkhalur Rozak, K.H. Zamaksyari, M.Pd.I, Haji Taroman.

Bertempat diruang keluarga Haji Taroman...

musyawarah pembangunan ponpes

Gambar mungkin berisi: 1 orang, dalam ruangan

Bismillahir rohmanir rohim.

Dengan memohon pertolongan dan bimbingan, kami pada hari Minggu, tanggal 10 November 2019, pukul 20.00 sampai dengan selesai pukul 22.30 WIB.

Sebagai tuan rumah, kanda Haji Taroman beralamat dusun IV, desa Jiwa Baru, kec. Lubai, kab. Muara Enim, prov. Sumatera Selatan.

musyawarah pembangunan ponpes



Bismillahir rohmanir rohim.

Dengan memohon pertolongan dan bimbingan, kami pada hari Minggu, tanggal 10 November 2019,  pukul 20.00 sampai dengan selesai pukul 22.30 WIB.

Sebagai tuan rumah, kanda Haji Taroman beralamat dusun IV, desa Jiwa Baru, kec. Lubai, kab.  Muara Enim, prov. Sumatera Selatan.

meninjau lokasi ponpes

Gambar mungkin berisi: 6 orang, termasuk Amarullah Al Lubai dan Bgi Iswanto, orang berdiri dan luar ruangan

Bismillahir rohmanir rohim.

Dengan memohon pertolongan dan bimbingan, kami pada  hari Minggu, tanggal 10 November 2019, Amarullah Al Lubai, Haji Taroman, K.H. Zamaksyari, M.Pd.I, Deki dan Muhammad Dzaki, meninjau lokasi pondok pesantren "sunanul huda 02" desa Jiwa Baru, kec. Lubai, kab. Muara Enim - prov. Sumatera Selatan.

Senin, 11 November 2019

kata pengantar



Bismillahir rohmanir rohim.

Dengan memohon pertolongan dan bimbingan Allah, kami membuat blog yang sangat sederhana. Blog ini untuk dijadikan media silahturrahim kita pada dunia maya.


Ponpes Sunanul Huda 02 beralamat di desa Jiwa Baru, kecamatan Lubai, kabupaten Muara Enim, provinsi Sumatera Selatan.

Semoga kiranya blog ini dapat memberikan informasi yang pengunjung butuhkan dan menjadikan suatu alat komunikasi yang efisien dan efektif.

Demikian, barokallah fikum... 

Materi Keahlian

Materi  keahlian dilingkungan pesantren diantaranya, sebagai berikut : Nahwu-Sharaf Istilah nahwu-sharaf ini mungkin diartikan s...